Translate

Selasa, 20 Agustus 2013

Angka Empat



Cerita ini bermula ketika kami (saya dan suami) mencari rumah baru. Kami sebenarnya sudah memiliki rumah sendiri, di Ujung berung, Rumah itu aku tempati sejak tahun 2007 akhir. Tapi suamiku punya ide untuk mendirikan sebuah Taman Kanak-Kanak di rumah itu. Tahun 2008 berdirilah sebuah TK dengan konsep unik, guru-guru yang hebat-hebat karena lulusan S1 dan jumlah murid yang lumayan. Tahun pertama, rumah itu aku sekat, sebagian untuk TK dan sebagian untuk kami tinggal, tapi karena tidak nyaman, tahun 2009 aku mulai ngontrak. 

Merasa tidak nyaman berpindah pindah kontrakan, tahun 2010 aku memutuskan ingin membeli rumah lagi.  Bayangkan saja aku mengontrak di daerah ujung berung, kemudian pindah ke antapani karena sekolah anak ku di sana, tidak nyaman, kami pindah ke bojong koneng, baru sebentar pindah lagi ke cimahi mendekati tempat kerja suami ku, duh cape. 

Pencarian rumah baru dimulai tahun 2010. Karena tidak tersedia uang cash (namanya juga nekat) aku berniat mengajukan kredit ke Bank, walaupun aku tahu pembelian rumah jika melalui bank prosesnya akan lama, tapi tidak ada jalan lain. 

Rumah pertama yang ditaksir di daerah pasir impun kalau tidak salah no rumah nya 169. Sudah deal transaksi harga dengan pemilik rumah, tapi saat surat-surat pengajuan kredit sudah masuk Bank, pemilik rumah memberitahukan bahwa rumah tersebut sudah keburu di beli cash oleh orang lain. Memang sih perjanjiannya jika dalam masa tunggu pengurusan Bank ada yang berminat pada rumah itu,  maka pemilik boleh menjual pada orang lain, siapa cepat dia dapat. Yaa sudahlah. 

Rumah kedua masih di daerah Pasir impun hanya beda kompleks, kali ini luas nya lebih besar kalau tidak salah no rumahnya 70. Tapi hal yang sama terjadi. Keburu di beli orang lain saat surat-surat sedang dalam proses Bank.

Pencarian ke tiga, aku memutuskan membeli rumah baru saja dari developer. Pilihan jatuh pada sebuah kompleks di antapani. Tinggal 2 unit yang tersisa kalau tidak salah No 42 dan 56. Aku pilih no 42. Uang muka sudah masuk, tapi Bank menolak pengajuan kami. Beruntunglah uang muka nya dapat dikembalikan utuh. 

Tahun 2011 Pencarian ke empat, suami mengusulkan sebuah kompleks di daerah cimahi karena dekat dengan tempat kerja nya. Tinggal sisa satu unit yaitu no 2, aku setuju, uang muka dibayarkan, tapi lagi-lagi Bank menolak pengajuan kami. 

Wah perjalanan panjang dan melelahkan ya? Hampir semua Bank kami coba. Tidak terhitung juga banyaknya kompleks2 yang kami survey tapi kami belum cocok, mengubek kota cimahi dan bandung termasuk sempat lagi survey ke sebuah kompleks dipasir impun dan hampir kami ajukan ke Bank tapi tidak jadi.

Sambil terus berdoa, aku tetap berusaha. Aku memutuskan mencari tempat yang dekat dengan tempat ku bekerja, survey-survey ke beberapa kompleks akhirnya aku kesengsem oleh G. Wiwaha, tinggal satu unit lagi tipe 48 tapi aku lupa nomor rumah nya kalo tidak salah belasan. Tapi lagi-lagi Bank menolak pengajuan kami.

Developer menawarkan agar kami mengambil yang tipe kecil, tipe 36. Dia akan membangun kompleks baru dengan nama sama di daerah cimuncang, dan kami pun setuju. Dia menanyakan no rumah/kavling yang akan kami pilih, tersedia dari rumah no 1 hingga 16. No 1 s/d 10 menghadap timur, sisanya menghadap barat. Karena saya senang dengan rumah menghadap timur tentunya saya pilih antara no 1 s/d 10.
Diskusilah saya dan suami. Saya usulkan no 2, karena tidak diujung tapi dekat dengan gerbang utama. Tapi suami mengusulkan no 4. “Apa alasan nya?” tanya saya. “Karena kebetulan semua milik saya adalah no 4” kata suamiku. 
“Hah? Massa sih?” Sahut ku

Suami ku pun membeberkan fakta mengenai  yang kami miliki:
1.       No Rumah di Ujung Berung, no 4
2.       No Mobil, D 1219, kita jumlahkan 1+2+1+9 =13, 1+3 = 4
3.       No Motor Scorpio, D 1606, jumlahkan 1+6+0+6 =13, 1+3 = 4
4.       No Motor Mio, D 6610, kalau dijumlahkan 6+6+1+0 = 13, 1+3 = 4

Termasuk yang bukan harta :

5.       Tanggal lahir istri (maksudnya saya), 4-11-1978, kalau dijumlahkan 4+1+1+1+9+7+8 = 13, 1+3 = 4
6.       Tanggal lahir anak pertama, 17-10-2002, kalau dijumlahkan 1+7+1+0+2+0+0+2 = 13, 1+3 = 4

“Nah kalau sekarang ambil rumah yang no 4, saya yakin akan jadi milik kita”, sahut suami ku sambil bercanda. Mendengar hal itu saya tertawa, “iya ya..kebetulan banget”, walaupun tidak percaya pada angka tertentu, tapi saya menurut saja ambil rumah dengan no 4. Alhamdulillah akhir tahun 2011, Bank menyetujui pengajuan kredit kami dan tahun 2012 kami mulai menempati rumah itu.

Sungguh saya tidak percaya pada angka tertentu, ini hanya kebetulan semata. Dan kebetulan nya lagi, bulan Juli yang lalu saya membeli motor baru, dan diberi nomor sementara : D 6034, yang jika dijumlahkan 6+0+3+4 = 13, 1+3 = 4, tiga minggu kemudian STNK nya telah selesai dan nomor plat motor saya adalah D 2290, jika dijumlahkan 2+2+9+0 = 13, 1+3 = 4, aih kebetulan lagi hahahaha….

Heeii…ini hanya kebetulan belaka yaa, Karena anak kedua saya tanggal lahirnya 23-10-2006 yang kalau dijumlahkan 2+3+1+0+2+0+0+6 = 14, 1+4 = 5 bukan 4 hehehe. “pantas dia lengket dan nurutnya sama bundanya bukan sama ayahnya” kelakar suamiku…hahahaha


Tidak ada komentar:

Posting Komentar