Cerita ini bermula ketika kami
(saya dan suami) mencari rumah baru. Kami sebenarnya sudah memiliki rumah
sendiri, di Ujung berung, Rumah itu aku tempati sejak tahun 2007 akhir. Tapi
suamiku punya ide untuk mendirikan sebuah Taman Kanak-Kanak di rumah itu. Tahun
2008 berdirilah sebuah TK dengan konsep unik, guru-guru yang hebat-hebat karena
lulusan S1 dan jumlah murid yang lumayan. Tahun pertama, rumah itu aku sekat,
sebagian untuk TK dan sebagian untuk kami tinggal, tapi karena tidak nyaman,
tahun 2009 aku mulai ngontrak.
Merasa tidak nyaman berpindah
pindah kontrakan, tahun 2010 aku memutuskan ingin membeli rumah lagi. Bayangkan saja aku mengontrak di daerah ujung
berung, kemudian pindah ke antapani karena sekolah anak ku di sana, tidak
nyaman, kami pindah ke bojong koneng, baru sebentar pindah lagi ke cimahi mendekati
tempat kerja suami ku, duh cape.
Pencarian rumah baru dimulai
tahun 2010. Karena tidak tersedia uang cash (namanya juga nekat) aku berniat
mengajukan kredit ke Bank, walaupun aku tahu pembelian rumah jika melalui bank
prosesnya akan lama, tapi tidak ada jalan lain.
Rumah pertama yang ditaksir di
daerah pasir impun kalau tidak salah no rumah nya 169. Sudah deal transaksi
harga dengan pemilik rumah, tapi saat surat-surat pengajuan kredit sudah masuk
Bank, pemilik rumah memberitahukan bahwa rumah tersebut sudah keburu di beli
cash oleh orang lain. Memang sih perjanjiannya jika dalam masa tunggu
pengurusan Bank ada yang berminat pada rumah itu, maka pemilik boleh menjual pada orang lain,
siapa cepat dia dapat. Yaa sudahlah.
Rumah kedua masih di daerah Pasir
impun hanya beda kompleks, kali ini luas nya lebih besar kalau tidak salah no
rumahnya 70. Tapi hal yang sama terjadi. Keburu di beli orang lain saat
surat-surat sedang dalam proses Bank.
Pencarian ke tiga, aku memutuskan
membeli rumah baru saja dari developer. Pilihan jatuh pada sebuah kompleks di
antapani. Tinggal 2 unit yang tersisa kalau tidak salah No 42 dan 56. Aku pilih
no 42. Uang muka sudah masuk, tapi Bank menolak pengajuan kami. Beruntunglah
uang muka nya dapat dikembalikan utuh.
Tahun 2011 Pencarian ke empat,
suami mengusulkan sebuah kompleks di daerah cimahi karena dekat dengan tempat
kerja nya. Tinggal sisa satu unit yaitu no 2, aku setuju, uang muka dibayarkan,
tapi lagi-lagi Bank menolak pengajuan kami.
Wah perjalanan panjang dan
melelahkan ya? Hampir semua Bank kami coba. Tidak terhitung juga banyaknya kompleks2
yang kami survey tapi kami belum cocok, mengubek kota cimahi dan bandung
termasuk sempat lagi survey ke sebuah kompleks dipasir impun dan hampir kami
ajukan ke Bank tapi tidak jadi.
Sambil terus berdoa, aku tetap berusaha.
Aku memutuskan mencari tempat yang dekat dengan tempat ku bekerja, survey-survey
ke beberapa kompleks akhirnya aku kesengsem oleh G. Wiwaha, tinggal satu unit
lagi tipe 48 tapi aku lupa nomor rumah nya kalo tidak salah belasan. Tapi
lagi-lagi Bank menolak pengajuan kami.
Developer menawarkan agar kami
mengambil yang tipe kecil, tipe 36. Dia akan membangun kompleks baru dengan
nama sama di daerah cimuncang, dan kami pun setuju. Dia menanyakan no
rumah/kavling yang akan kami pilih, tersedia dari rumah no 1 hingga 16. No 1
s/d 10 menghadap timur, sisanya menghadap barat. Karena saya senang dengan
rumah menghadap timur tentunya saya pilih antara no 1 s/d 10.
Diskusilah saya dan suami. Saya
usulkan no 2, karena tidak diujung tapi dekat dengan gerbang utama. Tapi suami
mengusulkan no 4. “Apa alasan nya?” tanya saya. “Karena kebetulan semua milik
saya adalah no 4” kata suamiku.
“Hah? Massa sih?” Sahut ku
Suami ku pun membeberkan fakta mengenai yang kami miliki:
1. No
Rumah di Ujung Berung, no 4
2. No
Mobil, D 1219, kita jumlahkan 1+2+1+9 =13, 1+3 = 4
3. No
Motor Scorpio, D 1606, jumlahkan 1+6+0+6 =13, 1+3 = 4
4. No
Motor Mio, D 6610, kalau dijumlahkan 6+6+1+0 = 13, 1+3 = 4
Termasuk yang
bukan harta :
5. Tanggal
lahir istri (maksudnya saya), 4-11-1978, kalau dijumlahkan 4+1+1+1+9+7+8 = 13,
1+3 = 4
6. Tanggal
lahir anak pertama, 17-10-2002, kalau dijumlahkan 1+7+1+0+2+0+0+2 = 13, 1+3 = 4
“Nah kalau sekarang ambil rumah
yang no 4, saya yakin akan jadi milik kita”, sahut suami ku sambil bercanda.
Mendengar hal itu saya tertawa, “iya ya..kebetulan banget”, walaupun tidak
percaya pada angka tertentu, tapi saya menurut saja ambil rumah dengan no 4.
Alhamdulillah akhir tahun 2011, Bank menyetujui pengajuan kredit kami dan tahun
2012 kami mulai menempati rumah itu.
Sungguh saya tidak percaya pada
angka tertentu, ini hanya kebetulan semata. Dan kebetulan nya lagi, bulan Juli
yang lalu saya membeli motor baru, dan diberi nomor sementara : D 6034, yang
jika dijumlahkan 6+0+3+4 = 13, 1+3 = 4, tiga minggu kemudian STNK nya telah
selesai dan nomor plat motor saya adalah D 2290, jika dijumlahkan 2+2+9+0 = 13,
1+3 = 4, aih kebetulan lagi hahahaha….
Heeii…ini hanya kebetulan belaka
yaa, Karena anak kedua saya tanggal lahirnya 23-10-2006 yang kalau dijumlahkan
2+3+1+0+2+0+0+6 = 14, 1+4 = 5 bukan 4 hehehe. “pantas dia lengket dan nurutnya
sama bundanya bukan sama ayahnya” kelakar suamiku…hahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar